Senin, 03 Oktober 2011

Jumlah fi'liyah dan Ismiyah dan isim makrifat

Jumlah Ismiyah

1. JUMLAH ISMIYAH
Adalah jumlah (kalimat) yang diawali dengan kalimah isim (kata benda).
Susunan kalimatnya terdiri dari mubtada’ dan khobar.
Mubtada’ adalah subyek pada jumlah ismiyah dan terletak diawal jumlah.
Sifat dari mubtada' adalah

a.Harus berupa isim ma'rifat.

b.I’robnya rofa’.


Khobar adalah predikat pada jumlah ismiyah dan berfungsi untuk menerangkan keadaan mubtada' serta bisa berupa kata ataupun kalimat ( sebagai anak kalimat). I'robnya khobar juga rofa'.


Mubtada’ dan Khobar harus sama dalam hal bilangan dan jenisnya. Apabila mubtada’nya isim mudzakar (laki-laki), khobarnya harus isim mudzakar. Begitu pula apabila mubtada’ berupa isim mufrod (kata tunggal), khobarnya juga harus isim mufrod.

Contoh :

زَيْدٌُ أُسْتاَذٌُ ( Zaid adalah seorang guru)
الرَّجُلاَنِ أُسْتاَذاَنِ ( dua orang orang laki-laki itu adalah 2 guru)
زَيْدٌُ بَيْتُهُ كَبِيْرٌُ ( Zaid rumahnya besar)

Keterangan :

Kata yang berwarna merah adalah mubtada’ sedangkan yang berwarna hitam adalah khobar.
Pada contoh 1 dan contoh 2 dapat kita lihat kesesuaian anara mubtada’ dan khobar dalam hal bilangannya. Sedangkan pada contoh 3 khobarnya adalah berupa jumlah/kalimat.

Jumlah ismiyah bisa berbentuk kalimat nominal apabila khobarnya berupa kalimah isim (kata benda)

Contoh : زَيْدٌُ طاَلِبٌُ (Zaid adalah seorang pelajar)


Jumlah ismiyah bisa berbentuk kalimat verbal apabila khobarnya berupa kalimah fi'il (kata kerja)

Contoh : زَيْدٌُ جاَءَ الَي الْمَدْرَسَةِ (Zaid telah datang ke sekolah)

Keterangan
Pada kalimat pertama dapat kita lihat bahwa khobarnya berupa kalimah isim yaitu طاَلِبٌُ sehingga terbentuk kalimat nominal sedangkan pada kalimat ke-dua khobarnya berupa kalimah fi'il yaitu جاَءََ sehingga terbentuk kalimat verbal.



Jumlah Fi'liyah

JUMLAH FI’LIYAH

Adalah jumlah yang diawali dengan kalimah fi’il.
Terdiri dari fi’il (kata kerja) dan fa’il (pelaku).

Fa’il/subyek adalah isim yang terletak setelah fi’il ma’lum ( Kata kerja aktif) dan berfungsi sebagai pelaku kata kerja tersebut.

Apabila fa’il berbentuk muannast ( feminin) maka fi’il juga harus muannast. Begitu juga apabila berbentuk mudzakar.

Namun apabila fa’il berbentuk mutsanna (ganda) ataupun jamak (banyak) maka fi’il harus tetap mufrod (tunggal).

Contoh :

قَرَأَ مُحَمَّدٌُ (Muhammad telah membaca)
قَرَأَتْ هِنْدٌُ (Zaid sedang membaca)
يَقْرَأُ زَيْدٌُ (Hindun telah membaca)
يَقْرَأُ الطَّالِبُوْنَ (Para siswa sedang membaca)

Keterangan : kata yang berwarna merah adalah fi’il sedangkan yang berwarna putih adalah fa'il.
Pada contoh 1 dan 2 dapat kita lihat kesesuaian antara fi’il dan fa’il dalam jenisnya yaitu mudzakar dan muannast. Sedangkan pada contoh 3 dan 4 dapat kita lihat bahwa berapapun bilangan failnya fi’il harus tetap mufrod.





ISIM MA’RIFAT
Adalah isim yang menunjukkan makna khusus atau sudah jelas kekhususannya. Dengan kata lain isim tersebut telah diketahui secara pasti atau tidak lagi menimbulkan pertanyaan “… yang mana?”.
Yang termasuk isim ma’rifat adalah :

1. Isim yang diawali dengan alif lam.

Isim nakiroh apabila ditambah alif lam akan berubah menjadi isim ma’rifat.

Contoh : الرََّجُلُ ( Orang laki-laki itu), اَلْوَلَدُ (Anak laki-laki itu).

2. Isim Dhomir (Kata Ganti)

Dhamir atau "kata ganti" ialah Isim yang berfungsi untuk menggantikan atau mewakili penyebutan sesuatu/seseorang maupun sekelompok benda/orang.

Macam-macam isim dhomir yang lain dapat dilihat pada table berikut

Contoh:

يَرْحَمُ اْلأَوْلاَدَ أَحْمَدُ = Ahmad menyayangi anak-anak
هُوَ يَرْحَمُهُمْ = Dia menyayangi mereka

Pada contoh di atas, kata أَحْمَدُ diganti dengan هُوَ (=dia), sedangkan الأَوْلاَد (=anak-anak) diganti dengan هُمْ (=mereka).


Menurut fungsinya, isim dhomir digolongkan menjadi 2 yaitu :

1) DHAMIR RAFA'/MUTTASHIL ( yang berfungsi sebagai Subjek)
2) DHAMIR NASHAB/MUNFASHIL (yang berfungsi sebagai Objek)
Dhamir Rafa' dapat berdiri sendiri sebagai satu kata sehingga biasa disebut dhomir muttashil, sedangkan Dhamir Nashab tidak dapat berdiri sendiri atau harus terikat dengan kata lain dalam kalimat sehingga disebut dhomir munfashil.
Dalam kalimat: هُوَ يَرْحَمُهُمْ (= Dia menyayangi mereka):
  • Kata هُوَ (=dia) adalah Dhamir Rafa', sedangkan
  • Kata هُمْ (=mereka) adalah Dhamir Nashab.
Berikut adalah daftar dhomir rofa’ dan dhomir nashob

3. Isim Maushul (Kata Sambung)
Adalah isim yang berfungsi untuk menerangkan, sebagai perantara kata yang disebutkan sesudahnya. Dalam bahasa indonsia biasa diartikan dengan “yang”
Contoh : الَّذِي (yang,untuk mudzakar), الَّتِي (yang, untuk muannast)

4. Isim Isyaroh (Kata Tunjuk)
Adalah isim yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu. Dalam bahasa Indonesia biasa diartikan dengan “ini” dan “itu”.
Contoh :
هَذًا (ini, untuk mudzakar), هَذِهِ (ini, untuk muannast)
ذَالِكَ (itu, untuk mudzakar), تِلْكَ (itu, untuk muannast)

5. Munada

Adalah isim yang menjadi ma’rifat Karena kemasukan huruf panggilan (nida’)

Contoh : ياَ رَجُلُ (wahai laki-laki), ياَ اُسْتاَذُ (wahai guru)

6. Isim ‘Alam ( Nama orang atau benda)
Adalah isim yang menunjukkan arti nama baik nama manusia ataupun selain manusia.

Contoh : مُحَمَّدٌُ (Muhammad), مَكَّةَ (Kota Makkah), النِّيْلُ (Sungai Nil)

7. Isim nakiroh yang rangkai dengan isim ma’rifat
Isim nakiroh akan menjadi ma’rifat apabila bersambung dengan isim ma’rifat.
Contoh : قَلَمُ مُحَمَّدٍِ (Pena Muhammad), قَلَمُهُ (Pena-nya).

Kata قَلَمٌُ adalah isim nakiroh, tetapi menjadi ma’rifat karena dirangkai dengan dengan isim ma’rifat yaituمُحَمَّدٍِ (isim ‘alam) dan kata هُ (isim dhomir).

bahasa arab


 
BAB I 
 PENDAHULUAN

Dalam istilah bahasa arab ada beberapa unsur penting yang menjadi pokok dalam suatu pembicaraan dengan bahasa arab, diantara unsur kalimat tersebut yang akan diuraikan disiniadalah kalimat Fi’il atau dalam bahasa Indonesia disebut kata kerja. Kalimat fi’il yang digunakandalam bahasa arab itu terbagi kedalam beberapa macam kategori sesuai dengan waktu dalam pelaksanaan pekerjaan (Fi’il) tersebut, serta sesuai dengan ‘Amil (instruksi) yang datang padakata kerja tersebut. Karena ditinjau dari segi harkat/ barisnya, kalimat fi’il ada yang Mu’rob(berubah – ubah harkatnya) dan ada yang Mabni (tidak dapat diubah harkatnya) sebagaimananama fi’il tersebut. Untuk mengetahui labih lanjut tentang pembagian fi’il, akan kami jelaskandalam pembahasan di bab II.
iii
 
BAB IIPEMBAHASANA.FI’IL MADLI (KATA KERJA LAMPAU)

Fi’il madli adalah suatu kata kerja dan memiliki makna akan suatu pekerjaan yangsudah dikerjakan. Jadi fi’il madli adalah kalimat – kalimat bahasa arab yang diucapkan yangmempunyai arti suatu pekerjaan dan pekerjaan tersebut sudah dikerjakan.
Fi’il Madli hukumnya mabni, adalah mabni yang jadi pokok atau standar harkatfi’il madli adalah dibaca fathah yang lazim disebut mabni fathah. Jadi kalimat fi’il madlitidak boleh dibaca dhamah ataupun sukun.
Huruf akhir mabni fatah
Bila bertemu wawu jamak, maka mabni dhomah
Bila bertemu dlomir rofa’ mutaharik, maka mabni sukun
Ada
دق
dlomir rofa’ mutaharik pasti madli
دق
  masuk pada madly bermakna sungguh – sungguhAda kalanya fi’il madli bisa berupa Mabni Ma’lum dan Mabni Majhul. Yangmembedakan ma’lum dan majhul adalah tinjauan makna dengan melihat Siyaqul Kalamnya.Bila ada isim, kemudian langsung ada fi’il maka fi’il tersebut kebanyakan berdlomir sama dengan isim tadi.Contoh :
اون ُ مَا  َ يْذ ِ لّّاِ:  َ يْذ ِ لّاَ
: dlomirnya
ه ونما

: dlomirnya
ه
Atau pasti ada dlomir mutasil yang kembali pada isim tersebut, contohnya
اـنـبصَاَ َ يْذلّَ

ada dlomir

ه

yang kembali pada
يذلا
B.
FI’IL MUDLORI
iii
 
Fi’il mudlari adalah kata kerja yang menunjukkan masa sekarang atau masa yangakan datang.Cara membuat mudlari yaitu dengan menambah satu huruf mudlaraah yaitu
,ت ,أ ,
dan

di baca fathah kecuali pada mudlari yang madlinya 4 (empat) huruf atau pada fi’ilmudlari yang mabni majhul maka dibaca dlamah.Huruf yang khusus mendahului fi’il mudlari adalah :
 ل ُَ

:
 bermakna tidak 
 ْ لَ
:

 bermakna tidak akan
س
: bermkana akan
فَو ْ َ

: bermakna akanSedangkan huruf – huruf yang lain bisa mendahului fi’il mudlari atau fi’il madli ataumubtada, seperti :
 و

: bermakna dan
ف
: bermakna maka
مث
: bermakna makaJuga bisa didahului pertanyaan (
مهتسا
) seperti :
أ
: bermakna apakah
ل
: bermakna apakah

: bermakna apakah
ن
: bermakna siapaFi’il mudlari mesti diawali salahsatu huruf 
ي , ,ء ,
dan di baca rofa harkatnyadhomah. Cara mencari madlinya dengan cara huruf pertamanya dibuang conto ;
مع
م
Walaupun diawali huruf mudlaraah tetapi bila tanpa alasan tidak dibaca rafa makatidak termasuk madlari, seperti :
َ ز َ ـْاَ
iii
 
Mudlari yang akhirnya berupa
َ وْ/ ِا / ن َ ْ 
yang disebut Afalul Khamsah padawaktu nasab
nya dibuang. Contoh :
 رِ ّ اـق ُـّَ  ُ ع َ  ْَن ْ َ وَا ُ ع َ  ْَم ْ َْ ِ َ
Khusus yang diakhiri
و
setelah
(nun) dibuang, maka diberi
ا
(alif). Contoh :
نَ ا ْ  ُ ِ ؤ ْ ُ

 bila digandeng/didampingi dengan Dlamir Muttasil, maka
ا
(alif) dibuang. Contoh :
 ّ  َ ت َ َن ْ َ وَ
Fi’il mudlari yang diakhiri nun muanats :
ن َ  ْ ع َ  ْَ

hukumnya mabni, artinya tidak terpaengaruh dengan kata lain.
C.FI’IL ‘AMA
Fi’il Amar adalah suatu ungkapan kata yang mempunyai arti kata perintah.HukumFi’il Amar adalah Mabni Sukun, biasanya didahului oleh amil (huruf atau lafadz jawajim).Fi’il amar bentuk wazannya adalah bentuk mudlari yang dibuang mudlaraahnya yangdibaca jazm. Tandanya adalah sukun ( -
ْ
). Semua hamzahnya fi’il amar dibaca kasroh kecuali‘ain fi’il dhamah maka dibaca dhamah, seperti :
ل ْ ع ُ ـْاُ 
dan khusus dari wazan
ل َ ع َ ْاَ-ل ُ ع ِ  ْُ 
maka dibaca fathah seperti
ل ْ ع ِ ْاَ
.Fi’il amar bisa disebut cacat bila hurufnya kurang dari 4 (empat) kurang memenuhihuruf - huruf wazan.Fi’il mudlari yang huruf terakhirnya berupa huruf ilat maka ketika dijadikan amar,huruf ilat tersebut dibuang. Contoh :
ُدْاُ 
asalnya
ـَدَ–  ْ ُ ْ ـَ 
kemudian huruf pertamamudlari dibuang dan karena yang terakhir berupa wawu (
 و
) maka dibuang, jadinya
ُدَ 
kemudian diberi hamzah (
ء
) karena ’ain fi’il dibaca dlamah, maka hamzah (
ء
)nya jugadibaca dlamah jadi
ُدْاُ